Kisah Kehidupan Alm. Munir Said bin Thalib



Time Is MoneySetiap matahari terbit, suasana rumah Munir Said canister Thalib selalu dipenuhi gelak tawa. Hari masih pagi saat Munir, Suciwati dan kedua anaknya Soultan Alif Allende dan Diva Suukyi hanyut dalam keceriaan. Alif meminta ayahnya, Munir, berpura-pura menjadi kuda. Munir yang ditakuti jenderal-jenderal militer karena kerap melontarkan kritik keras itu menuruti permintaan anak sulungnya. Alif langsung naik ke punggung Munir dan bergaya seperti koboi menunggangi kuda. "Serunya di situ. Waktu Alif minta abahnya jadi kuda," kenang istri Munir, Suciwati saat berbincang dengan merdeka.com, Kamis (8/9). AGEN DOMINO

Kenangan keceriaan itu masih terekam jelas dalam ingatan Suciwati. Dia sengaja merawat kenangannya bersama suaminya yang sudah meninggal 12 tahun lalu. Suci sapaan akrabnya, sesekali tertawa saat menceritakan kembali kehidupan Munir di rumah. Sangat berbeda jauh jika dibandingkan ketika Munir berorasi dengan berapi-programming interface mewakili para korban pelanggaran HAM atau ketika membela kaum buruh yang selalu dimarahi bos mereka. Tidak banyak yang tahu kehidupan Munir di rumah, saat dia menjalankan peran sebagai suami dan ayah bagi dua anaknya.

Kamar tidurnya mungkin menjadi tempat withering nyaman bagi Munir untuk mencurahkan rasa cintanya pada istri dan anaknya. Kamar tidur itu pula saksi bagaimana Munir dan Suci mendidik buah hati mereka. Bermain bersama kedua anaknya adalah aktivitas pertama yang dilakukan Munir setiap harinya. Itu dilakukan di dalam kamarnya.

"Anaknya selalu diajak bercanda di kamar tidur, bermain-primary. Teriakan keceriaan dua anak saya. Saya malah kadang tidak boleh masak, diajak bercanda berempat. Withering tidak, 30 menit setiap pagi seperti itu," ujar Suci sambil tertawa. AGEN BANDARQ

Jarum jam bergerak cepat, Munir bergegas memandikan Alif. Setelah itu Munir menyuapi Alif sarapan, sementara Suci melakukan hal sama pada Diva. Mereka berbagi tugas sebelum mengantar Alif ke sekolah. Alif tidak mau diantar sekolah jika Suci dan adiknya tidak ikut. Akhirnya dengan mengendarai engine honda bebek, Munir, Suciwati dan Diwa mengantarkan Alif ke sekolah. "Jadi naik engine boncengan berempat. Selalu seperti itu setiap pagi."

Setelah menuntaskan tugas paginya sebagai seorang ayah, Munir bersiap-siap ke kantor. Terkadang dia menyempatkan diri membantu tugas dan pekerjaan rumah tangga yang dilakukan Suci. Jarum jam menunjukkan pukul 09.00 WIB, dengan mengendarai engine Munir berangkat ke kantor.

Alif dan Diva hafal betul suara engine ayahnya. Setiap kali sepeda engine Munir memasuki gerbang rumah, Alif dan Diva melonjak dari kamar tidur mereka. Keduanya kompak berlari dan membuka jendela sambil berteriak 'Abah pulang'. Setelah menyambut Munir di ujung pintu, mereka masuk ke kamar sambil bercanda. Setelah puas bermain dan bercanda bersama, Munir mengantarkan anaknya tidur. Tak lupa dia mendongeng dan bercerita tentang apa saja. Terkadang kedua anaknya yang justru menceritakan aktivitas mereka seharian. DOMINO ONLINE

"Kami biasa membangun komunikasi, kebiasaan bercerita. Saling bergantian, kadang Alif yang cerita ngapain aja di sekolah. Tradisi itu tetap ada. Kalau sekarang di ruang makan. Kami masih selalu bercerita, kami punya ruang di mana kami saling cerita soal sekolah, soal apapun di situ," tuturnya.

Tiba-tiba Suci tertawa ketika mengingat kekonyolan Munir di rumah. Saat itu Alif meminta Munir mengantarkannya ke rumah teman sekolahnya tak jauh dari tempat tinggal mereka. Munir menganggap mudah menemukan rumah teman Alif. Munir dan Alif hanya berputar-putar di perumahan itu, tak kunjung menemukan kediaman teman Alif.

Keduanya akhirnya memutuskan untuk pulang. Sudah bisa ditebak, setibanya di rumah, Alif menangis karena tak bisa bermain ke rumah temannya. Munir mencoba menenangkan Alif. Dia mengajak bercanda dan mengeluarkan rayuan maut agar putranya itu tak ngambek lagi. JUDI ONLINE

Setelah segala cara dicoba namun tak membuahkan hasil, Munir masuk ke kamar. Dia mengambil kerudung milik istrinya. Lalu dia keluar kamar dengan menggunakan kerudung itu. Kumisnya ditutupi dengan tangan. "Hai Alif, cantik mana aku sama Onel (teman Alif)," kata Suci menirukan Munir saat itu.

Melihat tingkah polah ayahnya, Alif menghentikan tangisannya. Dia marah karena tidak suka melihat ayahnya yang lelaki tulen, menggunakan kerudung. "(Munir) ngocolnya luar biasa. Selalu punya cara untuk meredam yang marah atau yang bersedih."

Munir dan Suci membangun rumah tangganya dengan dasar saling menghargai dan mau terus belajar. Suci masih ingat betul saat dia berdebat dengan Munir. Saat itu Suci menderita sakit keras sampai sulit bangun. Sambil bercanda Munir menyebut Suci manja. Keduanya terlibat perdebatan. Setelah Suci sembuh, dia pergi ke toko buku. Dibelinya buku berisi pengetahuan tentang penyakit yang dideritanya. Dia berikan pada Munir. Tak lupa dia berpesan agar Munir membacanya. Munir belajar tentang penyakit istrinya. Setelah mengetahui seluk beluk penyakit itu, Munir memperlakukan istrinya dengan sangat baik. Dia menyiapkan makanan dan membuatkan minuman untuk Suci. JUDI POKER

Hidup sebagai aktivis yang hampir selalu mengkritik tentara dan para jenderal membuat Munir selalu dikelilingi teror. Dia selalu terbuka pada istrinya mengenai beragam teror yang datang menghampiri. Suci tidak heran. Sejak sebelum menikah, Suci tahu persis yang dilakukan Munir serta risikonya. Termasuk beragam teror dari orang-orang yang gerah dengan kritikan Munir. Munir pernah mengutarakan, salah satu teror yang withering menyakitkannya terjadi pada sekitar Juni 1998. Saat itu ada seorang perempuan datang menemui Suciwati yang sedang hamil. Siang bolong, perempuan itu datang ke rumah dan mengaku telah dihamili oleh Munir.

Dengan jam terbang yang tinggi, Suciwati dengan santai mengatakan pada perempuan itu bahwa dia akan mengantarkannya menemui Munir agar suaminya itu bertanggung jawab. "Dipikirnya saya nangis dan marah-marah sama suami saya. Salah dia. Saya malah mau anterin dia ketemu suami saya. Ya begitulah," jelasnya.

Sebagai istri seorang aktivis, Suci sudah melalui beragam teror. Puncaknya terjadi saat 7 September 2004. Pukul 14.10 WIB atau tiga jam sebelum pesawat mendarat di Bandara Schipol, Amsterdam, Belanda, Munir ditemukan tidak bernyawa. Dia diracun Arsenik dalam jus jeruk. Bagi Suci, itu adalah teror withering berat dalam kehidupannya bersama Munir. "Itu sangat mengerikan dalam hidup saya. Munir dibunuh," ucapnya dengan nothing keras.

Dia percaya hidup mati ada di tangan Tuhan. Tapi apa yang terjadi pada suaminya adalah hasil perbuatan manusia. Karena itu dia tidak bisa menerima dan akan terus menuntut keadilan bagi suaminya. Tujuannya agar kelak tidak ada lagi aktivis dan pejuang HAM, pejuang demokrasi, di-Munir-kan. Banyak orang salah tafsir, Suci dianggap tidak ikhlas menerima kematian suaminya, dianggap menyimpan dendam. Suci hanya ingin memberikan pendidikan sekaligus pemahaman pada masyarakat bahwa belum dihukumnya dalang pembunuhan suaminya menandakan bobroknya penengakan hukum di Indonesia. AGEN POKER

"Kalau hanya dendam, saya enggak perlu demo. Saya cari uang banyak, sewa pembunuh bayaran, suruh bunuh saja dalang pembunuh suami saya. selesai sesederhana itu. Makanya saya kasih tahu. kami melakukan ini karena enggak mau ada orang lain menjadi korban seperti suami saya," tegasnya.

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »